Ketua SMSI: Kalau Metode ‘Cuci Otak’ Terawan Dianggap Malpraktik, Apa Kabar Dokter Lain?
ABATANEWS, JAKARTA – Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesis (SMSI), Firdaus ikut menanggapi pemecatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Firdaus mengaku masih sulit berterima atas pemecatan tersebut. Menurutnya, sekaliber Terawan yang pernah menjadi ketua organisasi dokter militer dunia, ICMM dan memimpin Majelis Etik Kedokteran RSPAD selama dua tahun, tentu tidak asal membuat disertasi.
Seperti diketahui, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) yang merekomendasikan pemecatan Terawan berdalih, metode digital subtraction angiography (DSA) atau ‘cuci otak’ yang diperkenalkan oleh Terawan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Padahal, kata Firdaus, Terawan memperkenalkan metode tersebut lewat disertasi yang diuji oleh Guru Besar Universitas Hasanuddin dalam pengambilan gelar doktoralnya.
“Saya mengenal dokter terawan sewaktu saya pasang ring di RS Gatot Subroto. Waktu saya mengenalnya, beliau telah Riset tentang DSA bahkan telah melahirkan 12 jurnal internasional dan enam orang doktor, termasuk diri Terawan,” tegas Firdaus dalam catatan tertulisnya, pada Selasa (5/4/2022).
Saat menyelesaikan program doktoralnya di Unhas Makasar, Terawan menyusun disertasi dengan judul “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis.”
“Yang menjadi pertanyaan masyarakat, jika dokter Terawan dicabut izin praktiknya karena terkait DSA yang dianggap mengandung kelemahan substansial, bagaimana dengan praktik-praktik yang dilakukan oleh para dokter di sejumlah rumah sakit?,” tanya Firdaus.
“Bahkan ada oknum dokter di salah satu rumah sakit yang mengaku-ngaku murid dokter Terawan demi menggaet pasien,” ungkap Firdaus yang pernah menjadi Ketua PWI Banten dua periode.
Terawan sendiri, tambah Firdaus, tidak mau mempatenkan temuannya ini karena dia merasa temuan ini adalah anugerah dari Tuhan sehingga dengan senang hati dia akan melatih para dokter yang ingin belajar darinya.
“Sudah banyak dokter yang diajarkan teknik DSA secara langsung oleh dokter Terawan, apakah mereka harus dicabut juga ijin prakteknya? Juga para dokter lain yang tidak berguru dengan Terawan namun beroperasi di sejumlah rumah sakit lainnya dan tidak pernah melakukan uji klinis apakah dipecat juga?,” sergah Firdaus.
“Terawan itu dokter yang kreatif dan inovatif serta visioner. Mengapa harus dipermasalahkan dan dipecat dari keanggotaan IDI? Bukankah bagi masyarakat yang penting dokter itu bisa memberikan manfaat kesehatan dan berguna bagi pasiennya?” tandas Firdaus.
Firdaus yang memimpin organisasi media siber terbesar di dunia versi MURI ini mengatakan, dalam IDI harusnya ada kebersamaan, ada kompetisi tanpa eliminasi. Dalam kebersamaan itu ada saling ketergantungan yang saling melengkapi bukan mengkriminalisasi.
“Dalam kebersamaan harus terwujud kesederajatan, persamaan hak dan martabat agar menjadi harmoni. Melalui relasi kasih sayang, harusnya IDI memandang sejawat dengan sikap mengasihi,” imbuh Firdaus.
Ditambahkannya, ada seratus ribu lebih pasien DSA yang bersyukur karena telah diselamatkan melalui tangan dr Terawan. Di luar sana masih banyak lagi yang menanti untuk dapat lepas dari penderitaan.
“Semestinya kita utamakan pelayanan kesehatan demi kemanusiaan, kemudian prosedur birokrasi organisasi secara komprehensip,” tandas Firdaus.