Kejagung Periksa Bos Alfamart Terkait Kasus Korupsi Ekspor Minyak Goreng
ABATANEWS, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi ekspor bahan baku minyak goreng (CPO). Kini, penyidik Kejagung memeriksa bos Alfamart. Tapi, masih berstatus sebagai saksi.
“Saksi yang diperiksa yaitu AHP selaku Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya, diperiksa terkait penyidikan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/5/2022).
Ketut mengatakan pemeriksaan saksi tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka baru perkara ini. Dia diduga bersama-sama Indrasari Wisnu Wardhana telah mengkondisikan perusahaan yang akan mendapatkan izin ekspor CPO dan turunannya.
Dengan dijeratnya Lin Che Wei, total saat ini ada 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu: Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag); Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG); Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas; dan Lin Che Wei selaku swasta.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Awal mula perkara ini diketahui pada akhir 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar.
Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan menetapkan domestic market obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi. Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu.
“Maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO (domestic price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO, namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” imbuhnya.
Setelah melakukan penyelidikan, Kejagung menjerat para tersangka itu. Burhanuddin menilai perbuatan mereka telah menimbulkan kerugian negara. Tak hanya itu, mereka juga yang menyebabkan minyak goreng langka.
“Perbuatan para Tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya Kerugian perekonomian negara (mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat),” jelas Burhanuddin.