Kamala Harris Gariskan Iran sebagai Ancaman Utama Kagi Keamanan AS

Kamala Harris Gariskan Iran sebagai Ancaman Utama Kagi Keamanan AS

ABATANEWS, JAKARTA — Dalam wawancara eksklusif dengan CBS, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris secara terbuka menyebut Iran sebagai ancaman terbesar bagi keamanan nasional AS.

Pernyataan ini tidak hanya memperlihatkan pendekatan tegas Harris terhadap kebijakan luar negeri, namun juga memperjelas bagaimana fokus Amerika saat ini tertuju pada stabilitas di Timur Tengah, khususnya terkait ancaman nuklir dari Teheran.

Harris, yang saat ini juga mencalonkan diri sebagai presiden dari Partai Demokrat, menggarisbawahi Iran sebagai musuh utama, mengingat serangan rudal balistik yang dilancarkan Iran terhadap Israel pada awal Oktober lalu.

Serangan yang melibatkan sekitar 200 rudal balistik dan hipersonik itu disebut-sebut sebagai respons terhadap konflik yang melibatkan Palestina dan Lebanon, serta kematian pemimpin Hamas dan Hizbullah.

Kendati berlangsung singkat, dampak serangan ini memicu kekhawatiran global, dengan Israel mengancam balasan terhadap fasilitas minyak hingga nuklir Iran.

Dalam pernyataannya, Harris juga menekankan bahwa upaya mencegah Iran memperoleh kemampuan nuklir adalah prioritas utama bagi AS. Ia mengingatkan bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Iran bisa merusak keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut dan berpotensi memicu ketegangan lebih luas.

“Iran tidak boleh memiliki kemampuan untuk menjadi negara nuklir. Ini adalah salah satu prioritas tertinggi saya,” ujarnya.

Pernyataan tegas ini menggarisbawahi bahwa konflik lama antara AS dan Iran, yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun, masih menjadi tantangan utama dalam kebijakan luar negeri Washington.

Dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, perhatian Amerika saat ini lebih terfokus pada Iran, meski negara-negara lain seperti Rusia, China, dan Korea Utara juga dianggap sebagai ancaman serius.

Di tengah kebijakan luar negeri yang semakin intens terhadap Iran, Harris dihadapkan pada tantangan besar, termasuk bagaimana memulihkan atau membentuk ulang kesepakatan nuklir yang dibatalkan oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2018.

Berita Terkait
Baca Juga