Ini Fatwa MUI Sulsel Terkait Uang Panai: Itu Adat, Jangan Memberatkan
ABATANEWS, MAKASSAR – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menetapkan fatwa terkait uang panai’.
Fatwa MUI Sulsel ini Nomor 02 Tahun 2022 yang ditetapkan dan mulai berlaku mulai 1 Juli 2022.
“Jadi pada dasarnya uang panai boleh-boleh saja,” kata Ketua MUI Sulsel, Prof Najamuddin, saat konfrensi pers (2/7/2022).
Dalam fatwa tersebut juga dijelaskan, uang panai merupakan merupakan tradisi masyarakat Bugis-Makassar yang berbeda dengan mahar.
Dalam hukum Islam, mahar sifatnya wajib dalam prosesi pernikahan. Sedangkan, uang panai atau yang kerap disebut sebagai belanja, hukumnya cuma mubah (boleh).
Makanya, dalam fatwa ini juga MUI Sulsel tidak mematok nilai nominal tertinggi atau terendah untuk uang panai.
“Yang penting kesepakatan kedua belah pihak. Dalam istilah agama, dua-duanya rela. Tapi jangan memberatkan dan jangan menyulitkan,” jelasnya.
Dalam fatwa itu juga banyak dijelaskan tentang sejumlah dampak negatif dari uang panai yang belakangan jadi fenomena di masyarakat.
Mulai dari ajang pamer, jadikan anak perempuan sebagai “jualan”, uang panai penentu keberlanjutan pernikahan, kasus zina dan nikah siri, silariang (kawin lari), pencurian, hingga dampak psikologis kepada laki-laki dan perempuan.
“Mudah-mudahan fatwa ini bisa menjadikan pedoman bagi masyarakat kita. Dan bisa menjadi rujukan dalam proses perkawinan. Karena ajaran agama kita, perkawinan itu memudahkan, tidak mempersulit,” ungkapnya.
Berikut fatwa lengkap MUI Sulsel terkait uang panai:
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Uang panai adalah adat yang hukumnya mubah selama tidak menyalahi prinsip syariah;
2. Prinsip syariah dalam uang panai adalah:
a. Mempermudah pernikahan dan tidak memberatkan bagi laki-laki;
b. Memuliakan wanita;
c. Jujur dan tidak dilakukan secara manipulatif;
d. Jumlahnya dikondisikan secara wajar dan sesuai dengan kesepakatan oleh kedua belah pihak;
e. Bentuk komitmen dan tanggung jawab serta kesungguhan calon suami;
f. Sebagai bentuk tolong-menolong (ta’awun) dalam rangka menyambung silaturahim.
Kedua : Rekomendasi
1. Untuk keberkahan uang panai, dihimbau mengeluarkan sebagian infaqnya kepada orang yang berhak melalui lembaga resmi;
2. Hendaknya uang panai tidak menjadi penghalang prosesi pernikahan;
3. Hendaknya disepakati secara kekeluargaan, dan menghindarkan dari sifat-sifat tabzir dan israf (pemborosan) serta gaya hedonis;