Hukum Membatalkan Puasa Ramadhan Saat Perjalanan Mudik
ABATANEWS.COM – Membahas tentang Lebaran tentu tidak bisa melupakan salah satu aktivitas yang kerap dilakukan oleh masyarakat yakni mudik. Meski kemacetan jalanan menjadi risikonya, hal ini tidak sedikit pun menghalangi niat para pemudik untuk bertemu dan berkumpul bersama keluarga besar di kampung halaman.
Tidak bisa dipungkiri, perjalanan mudik memang sangat melelahkan karena biasanya jarak yang ditempuh bisa mencapai ratusan kilometer untuk sampai ke kampung halaman. Jauhnya perjalanan tak jarang membuat para pemudik memilih membatalkan puasa karena tak kuat menahan haus dan lapar saat di perjalanan.
Lantas, bolehkah seorang Muslim membatalkan puasa karena perjalanan mudik?
Menjawab pertanyaan tersebut, Ustadz Adi Hidayat atau akrab disapa UAH pernah memberikan penjelasan tentang membatalkan puasa Ramadhan saat mudik Lebaran atau perjalanan jauh.
“Safar adalah perjalanan jauh yang ditempuh secara waktu, kisarannya 80 km kurang atau lebih dari itu. Jadi kalau Anda bepergian melebihi 80 km maka itu disebut Safar, berlaku hukum qashar dalam shalat,” ujar Ustadz Adi Hidayat dikutip dari video di kanal YouTube Sahabat Yamima Channel.
Lalu, apakah Safar yang dimaksudkan bisa membolehkan kita untuk buka puasa?
“Belum tentu karena ulama pun memberikan sebab kedua dari Safar ini yaitu disebut kadar kesulitan dalam perjalanan yang membuat Anda kesulitan untuk menunaikan ibadah puasa,” tambah UAH.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa ada dua pertimbangan yang harus diperhatikan oleh umat Muslim yang hendak tidak puasa karena perjalanan mudik. Yang pertama, memperhatikan jarak tempuh yang dilakukan saat mudik. Jika perjalanan lebih dari 80 km maka diperbolehkan membatalkan puasa.
Yang kedua adalah kadar kesulitan dalam perjalanan. Ustadz Adi Hidayat menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW yang berjumpa dengan seseorang yang sedang berada dalam satu perjalanan. Tiba-tiba dia kelelahan dan duduk beristirahat di bawah pohon palem.
Nabi Muhammad SAW bertanya, “Kenapa Anda begini?”. Seseorang yang melakukan perjalanan itu menjawab, “Saya puasa.” Melihat kondisinya, Nabi Muhammad SAW berkata, “Tidak baik Anda berpuasa dalam keadaan safar.”
Namun di lain waktu, Nabi Muhammad SAW melihat orang-orang melakukan perjalanan dan sedang puasa. Nabi tidak melarangnya. Itu artinya tidak puasa diperbolehkan jika jarak perjalanan dan kadar kesulitan perjalanan menyulitkan seseorang menunaikan ibadah puasa.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa perjalanan menuju sejumlah kota kini bisa ditempuh dalam waktu singkat dengan pesawat. Jika seseorang mudik dengan jarak tempuh yang jauh tetapi menggunakan pesawat dan merasa nyaman maka masih bisa mengusahakan untuk tetap berpuasa.
“Yang membolehkan dia berbuka adalah safar yang menjadikannya berat menunaikan ibadah puasa. Tidak sekedar Anda bepergian. Anda ke Semarang jaraknya jauh menggunakan pesawat, Anda nyaman. Itu tidak boleh batal puasa,” lanjutnya.
Namun jika jarak tempuh mudik tidak terlalu jauh tetapi kadar kesulitan dalam perjalanan menjadikan dia berat maka diperbolehkan untuk membatalkan puasa.
“Tapi Anda dari Bekasi misalnya, ke Jakarta menggunakan becak. Macetnya luar biasa bahkan luar biasa kendalanya maka membuat anda kesulitan berpuasa, Anda boleh berbuka,” pungkas Ustadz Adi Hidayat.
Jika seseorang membatalkan puasa Ramadhan saat mudik, maka wajib untuk mengganti puasa tersebut alias qadha. Hal ini lantaran puasa Ramadhan hukumnya wajib. Jika tidak berpuasa maka terhitung sebagai utang sehingga harus mengganti puasa yang batal di luar bulan Ramadhan atau sebelum masuk bulan Ramadhan tahun berikutnya.