Fadli Zon dan Fahri Hamzah Bela UAS yang Disebut Ekstremis oleh Singapura

Fadli Zon dan Fahri Hamzah Bela UAS yang Disebut Ekstremis oleh Singapura

ABATANEWS, JAKARTA – Ustad Abdul Somad ditolak Pemerintah Singapura. UAS, akronim namanya, dijadwalkan untuk berceramah di Singapura. Namun, saat berada di Terminal Feri Tanah Merah Singapura, pada 16 Mei lalu, UAS ditolak untuk melanjutkan perjalanannya.

Berdasarkan rilis resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Singapura, UAS dianggap pencerahan yang ekstremis.

“Somad dikenal sebagai penceramah ekstremis dan mengajarkan segregasi, yang tidak dapat diterima dalam masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid’,” tulis Kemendagri Singapura.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon ikut angkat bicara soal penolakan Singapura. Menurutnya, Singapura tidak sepatutnya menolak UAS. Apalagi, UAS tidak punya rekam jejak hukum di Indonesia.

“Sikap Singapura yang menghakimi sepihak menunjukkan negara itu tak menghormati hubungan bertetangga baik. Orang bisa berpandangan bahwa Singapura terpapar Islamofobia bahkan rasis,” kata Fadli Zon kepada wartawan, Rabu (18/5/2022).

“UAS dikenal sebagai seorang ulama terkemuka, intelek dan berwawasan kebangsaan yang luas. Tak ada kasus hukum di Indonesia. Hak apa negara negara itu menghakimi UAS?” ujar Ketua BKSAP DPR RI tersebut.

Bahkan, ia menilai, Pemerintah Singapura telah merendahkan WNI, serta jauh dari sikap demokratis negara-negara ASEAN.

Kritik yang sama dilayangkan oleh Wakil Ketua Partai Gelora, Fahri Hamzah. Dalam rilis pers yang dibuat DPP Partai Gelora pada Rabu (18/5/2022), mantan Wakil Ketua DPR RI itu malah menyindir Singapura sebagai negara kecil.

“Negara seupil aja belagu!,” tegasnya.

Fahri Hamzah menjelaskan lebih lanjut alasannya berang terhadap Singapura. Dalam cuitan akun Twitternya @fahrihamzah, dia menyebut setiap orang berhak melintasi negara, bahkan diatur dalam statuta ASEAN.

“Di alam demokrasi, melintas negara adalah HAM. Statuta ASEAN juga mengatur itu. Makanya nggak perlu visa. Negara tidak perlu menjelaskan kenapa seseorang diterima karena itu hak. Tapi negara wajib menjelaskan kenapa seseorang ditolak,” kata Fahri Hamzah.

Tak cuma itu, Fahri Hamzah juga mengkritisi sikap keimigrasian Singapura yang justru mengurus persoalan ceramah hingga pandangan politik orang lain yang hendak berkunjung ke negara tersebut. Menurutnya, keimigrasian hanya bertugas menjaga perbatasan dengan memastikan kelengkapan dokumen.

“Dalam prinsip keimigrasian modern tugas penjaga perbatasan imigrasi hanya memastikan kelengkapan dokumen. Dia tidak memeriksa ceramah atah pandangan politik orang apalagi yang disampaikan di majelis-majelis keilmuan. Makanya perbatasan cukup pakai cap jari atau pengenal wajah,” ujar dia.

“Dalam prinsip keimigrasian modern, pelayanan imigrasi sejatinya mempermudah silaturahim antarsesama manusia yang berada di satu negara dengan yang berada di negara lainnya. Negara tidak perlu memiliki kecemasan berlebihan sebab pada dasarnya people to people contact tak bisa dihindari,” imbuhnya.

Lebih jauh, dia juga menyorot sikap Singapura yang terkesan islamophobia. Dia menyinggung UAS datang ke Singapura dengan tujuan wisata, bahkan ada bayi di bawah usia 1 tahun.

“Menolak perjalanan pribadi seorang biksu Myanmar atau pendeta Singapura atau Ustaz Indonesia bukanlah sebuah tindak keimigrasian yang beradab. Apalagi jika perjalanan itu murni perjalanan wisata dengan perempuan dan anak bayi di bawah 1 tahun. Ini melanggar nilai-nilai dasar ASEAN,” tuturnya.

Berita Terkait
Baca Juga