Eks Ketua MK Cerita Bagaimana Polisi, Jaksa, Hakim, dan Advokat Peras Masyarakat
ABATANEWS, JAKARTA — Ada yang menarik dalam siang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi atas putusan gugatan uji materi tentang syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (3/11/2023)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie tidak cuma menjelaskan terkait perkara pokok dalam persidangan. Jimly juga menceritakan tentang bagaimana ‘mafia peradilan’ itu bekerja di Indonesia.
Dalam penjelasannya, mafia peradilan disebut rutin melakukan rapat kerja nasional (rakernas) di tiap tahunnnya.
“Itu cuman segelintir (di mafia peradilan) orang tapi lumayan banyak,” ucap mantan Ketua Hakim MK 2003-2008 itu.
Jimly mengatakan, para mafia itu melaporkan berapa penghasilan yang didapat dari memeras masyarakat saat bertugas.
“Mereka rakernas setiap tahun lalu masing-masing melapor siapa yang paling banyak dapat duit,” ujar mantan Ketua MK ini.
Lebih lanjut, ujar Jimly, polisi dan jaksa mendapatkan uang yang sama jumlahnya. Kemudian, selanjutnya yang mendapatkan uang lebih banyak lagi adalah panitera.
“Polisi lapor, sekian dapatnya. Jaksa lapor. Ternyata sama banyaknya antara polisi dan jaksa itu. Tapi sebenarnya lebih banyak jaksa karena jaksa itu kerjanya sampai eksekusi. Tukang peras ini. Diperas-peras semua,” jelas Jimly.
“Sampai terakhir, panitera. Panitera itu suka ngaku, hakimnya minta sekian, padahal dia (yang minta). Hakimnya pindah-pindah, provinsi ini, pindah sana, pindah sana. Paniteranya di situ aja. Dia jadi manajer,” sambung Jimly.
Terakhir, kata Jimly, hakim juga mendapatkan uang. Para hakim merasa uang tersebut lebih sedikit dibanding yang lain.
“Nah terakhir baru hakim. Hakim itu biasanya hasil perasan ini sudah tinggal tulang-tulangnya. Baru dapat tulang-tulangnya itu. Tapi kata pengacara, waktu rapat rakernas itu, ‘Iya Pak Hakim, Bapak tinggal dapat tulang-tulangnya tapi di dalam tulang ada sum-sum,” kata Jimly sambil tertawa.
Maka dari itu, Jimly menegaskan bahwa semua aparat penegak hukum mendapatkan ‘jatah’. Namun, advokat mendapatkan uang yang paling banyak.
‘Jadi walhasil semua dapat. Semua kebagian. Tapi yang paling banyak dapat tuh advokat. Mulai dari sebelum kejadian, sampai eksekusi, sampai terus dapat. Makanya advokat tuh kaya-kaya,” imbuh Jimly.