Demo 11 April, Masinton ke Menko: Tua, Rakus, Serakah

Demo 11 April, Masinton ke Menko: Tua, Rakus, Serakah

ABATANEWS, JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR dari PDIP Masinton Pasaribu betul-betul geram dibuat oleh bawahan Presiden Joko Widodo yang mendengungkan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode.

Akibatnya, Presiden Jokowi hari ini (11/4/2022) didemo oleh mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Menurutnya, Presiden Jokowi berulang kali telah menyampaikan secara tegas tak akan menambah masa jabatan dan menunda pemilu. Namun, kata Masinton, karena ulah bawahannya, Presiden Jokowi mesti jadi sasaran.

“Presiden sebagai pemimpin sudah mengambil alih tindakan keblinger bawahannya yang congkak dan semena-mena kepada rakyat. Pertanyaannya, ke mana menko yang menggalang dukungan palsu 3 periode masa jabatan presiden tersebut? Di mana batang hidung menteri pongah sok merasa paling kuasa itu?,” ujarnya, pada Senin (11/6/2022).

“Kenapa bukan menko tersebut yang menjelaskan kepada publik dan massa aksi yang melakukan penolakan perpanjangan 3 periode masa jabatan presiden,” imbuh aktivis ’98 ini.

Masinton mengatakan, gagasan yang menuai kontra publik tersebut didengungkan oleh menko yang tidak memiliki kewenangan di bidang politik. Dia juga menyebut menko tersebut layak mundur dari jabatan karena menyebarkan big data hoaks.

“Harusnya menko tersebut secara ksatria mundur dari seluruh jabatannya. Apalagi telah menyebarkan big data hoaks kepada masyarakat,” tambahnya.

Menurut dia, aksi demonstrasi massa mahasiswa patut dimaknai sebagai kritik dan perlawanan generasi muda terhadap elite yang ingin berkuasa. Hal yang sama terjadi pada era reformasi 1998, di mana masyarakat menuntut pembatasan kekuasaan untuk meraih demokrasi.

“Aksi demonstrasi massa mahasiswa dimaknai sebagai kritik terhadap elite tua yang rakus jabatan dan serakah ingin menguasai sumber daya kekayaan alam Indonesia. Bahkan untuk mencapai tujuan keserakahannya, secara terang-terangan berupaya membajak konstitusi dan menenggelamkan demokrasi,” tuturnya.

“Tanpa adanya pembatasan kekuasaan secara demokratis akan melahirkan kesemena-menaan (tiran), berwatak rakus dan serakah (oligarki kapitalis),” tandasnya.

Berita Terkait
Baca Juga