Data BPS: Kemiskinan di Sulsel Naik Sedikit Dibanding Tahun Lalu, Pangkep Penyumbang Terbanyak
ABATANEWS, MAKASSAR — Jumlah masyarakat miskin di Sulawesi Selatan meningkat di tahun 2023. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan (BPS Sulsel), angka kemiskinan naik 0,07 persen dibanding periode yang sama tahun 2022 lalu. Data ini direkam dan diperbandingkan per Maret.
Statistisi Madya BPS Sulsel, Suri Handayani menuturkan bahwa presentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 8,70 persen. Hal tersebut membuat angka kemiskinan Sulsel naik 0,07 persen terhadap Maret 2022 dan naik 0,4 persen poin terhadap September 2022.
Suri menjelaskan, kemiskinan masih banyak terjadi di desa. Dengan perbedaan jarak antara desa dan kota 8,70 persen. Untuk di kota dengan kemiskinan 5,01 persen sedangkan desa 11,91 persen.
Angka kemiskinan paling tinggi, katanya, ada di Kabupaten Pangkep, sebesar 13,92 persen. Disusul Jeneponto 13,73 persen dan Luwu Utara 13,22 persen.
“Kemiskinan tertinggi tercatat di Pangkep 13,92 persen, kemudian kemiskinan terendah di Makassar 4,58 persen,” jelas pada Konferensi Pers APBN Anging Mammiri di Gedung Keuangan Negara Makassar, Selasa 15 Agustus.
“Walaupun di Makassar kesenjangannya tinggi, tapi kemiskinan di Makassar paling sedikit presentasenya,” tambahnya.
Suri menuturkan bahwa komoditi yang memberikan pengaruh besar terhadap garis kemiskinan seperti, beras dengan 20,21 persen diperkotaan dan di pedesaan sebesar 24,93 persen.
“Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua dengan 12,30 persen di perkotaan dan 12,78 persen di pedesaan,” tuturnya.
Kepala Kanwil DJPb Supendi menuturkan bahwa Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 disparitas tingkat kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan masih tinggi.
Selama September 2022 hingga Maret 2023, garis kemiskinan naik sebesar 3,09 persen, yaitu dari Rp422.952 per kapita per bulan pada September 2022 menjadi Rp 436.025 per kapita per bulan pada Maret 2023.
“Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan, pada Maret 2023, komoditi makanan menyumbang sebesar 74,63 persen pada garis kemiskinan,” katanya.
Supendi menambahkan bahwa persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. “Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” tambah Supendi.