Analogi Cewek Cantik dan Kepemimpinan Golkar Sulsel Ala Idrus Marham

Analogi Cewek Cantik dan Kepemimpinan Golkar Sulsel Ala Idrus Marham

ABATANEWS, MAKASSAR — Mantan Sekretaris Jenderal DPP Golkar, Idrus Marham ikut mengomentari kondisi Partai Golkar Sulsel saat ini yang tengah mengalami konflik internal.

Idrus ikut menanggapi hal itu saat berbincang dengan awak media di warkop Megazone, Jalan Topaz, Makassar, kemarin (10/9/2022). Pada kesempatan itu, mantan Menteri Sosial itu diapit oleh kader lainnya, seperti Nurdin Halid, Ilham Arief Sirajuddin, Farouk M Betta, serta Kadir Halid.

Seperti diketahui, sejak Taufan Pawe terpilih lewat Musda X Golkar Sulsel pada 2020 lalu, Golkar Sulsel terus ‘terguncang’. Hingga muncul mosi tak percaya terhadap Taufan selaku pemegang tongkat komando meneruskan kepemimpinan Nurdin Halid.

Menurut Idrus, keributan yang kerap terjadi internal Partai Golkar dipengaruhi atas dua hal. Pertama, katanya, karena berprestasi. “Ada ribut karena tidak bisa berprestasi,” kata Idrus disambut gelak tawa oleh rekannya yang lain.

“Biasanya ribut karena prestasi itu ada contoh. Tapi kalau tidak ada contoh, berarti tidak prestasi,” tutur Idrus yang kembali diiringi tawa.

Lebih jauh, Idrus menjelaskan, pemimpin yang lemah ialah dia yang membutuhkan pengakuan atau legitimasi sosial.

Ia menganalogikan kepemimpinan yang berhasil dengan sosok wanita berparas cantik. Katanya, wanita yang berparas biasa atau tidak cantik, selalu butuh pengakuan dari orang lain, serta dengan cara memuji diri sendiri.

“Kalau cewek tidak cantik, lalu kita bilang dia cantik, senangnya itu,” kata Idrus.

“Sedangkan cewek yang memang cantik, pasti akan bilang ‘kau jangan bercanda, saya sudah cantik memang’,” seloroh mantan Ketua KNPI Pusat itu.

Nah, hal itu yang dianggap Idrus bisa berdampak buruk. Sebab, katanya, keberhasilan kepemimpinan itu diraih dari pengakuan orang-orang, bukan berdasarkan fakta dan data yang ada.

Belum lagi, lanjut Idrus, pemimpin yang tidak punya kemandirian pasti akan memunculkan disharmoni di internal kelompok atau dalam hal ini partai yang dipimpin.

Ia kembali melanjutkan penjelasan terkait faktor lain yang membuat pemimpin itu menjadi lemah. Yakni, katanya, dengan melakukan intimidasi lewat kekuasaannya.

“Ketika dia tidak mampu berbuat, maka senjata satu-satunya adalah mengancam. Kenapa mengancam? Karena modalnya (menjadi pemimpin) hanya posisi atau jabatannya. Dia tidak punya modal lain,” katanya.

Ia menjelaskan gaya kepemimpinannya selama menjabat sebagai orang dua di Partai Golkar selama hampir 8 tahun. Ia mengaku, selalu mengedepankan ide dan gagasan dalam pengambilan keputusan partai.

“Saya dengan Pak Nurdin itu kalau konteksnya kebijakan, selalu berantem dalam hal pikiran. Iya. Tapi secara etik, saya tetap hormati sebagai senior saya,” tutur Idrus yang diamini oleh Nurdin Halid.

Jadi, menurutnya, pemimpin yang kuat ialah dia yang memiliki visi, misi, ide, gagasan, dan kompetensi. Tidak, lanjutnya, selalu bersembunyi di balik jabatan formal yang dimilikinya.

Kendati demikian, dalam diskusi yang berlangsung, ia tak secara spesifik menyebut bila figur dari gaya kepemimpinan yang dimaksud merujuk ke Ketua Golkar Sulsel saat ini, yakni Taufan Pawe.

Ditanya perihal apakah gonjang-ganjing di internal Golkar Sulsel telah diketahui oleh Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto, Idrus mengatakan, harusnya telah diketahui.

“Ketua Umum yang sesungguhnya harus tahu denyut jantung Golkar di daerah, bukan cuma di Jakarta. Jadi saya hunuzan (berprasangka baik) ketua umum sudah tahu,” katanya.

“Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan tindakan? Mungkin ada backup, memberikan penjelasan yang berbeda. Nah, kalau urusan itu, saya (sekarang) bukan siapa-siapa di Golkar,” pungkasnya.

Berita Terkait
Baca Juga