Aktivis Tuntut Hentikan Reklamasi Makassar New Port dan Revisi RZWP3K Sulsel
ABATANEWS, MAKASSAR – Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Save Spermonde menggelar aksi di laut, tepatnya di lokasi proyek reklamasi MNP milik PT Pelindo. Mereka membentangkan spanduk sepanjang 40 meter bertuliskan hentikan reklamasi Makassar New Port dan revisi RZWP3K Sulsel.
Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan salah satu pimpinan organisasi yang tergabung dalam Koalisi Save Spermonde menjelaskan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk memperingati hari HAM internasional 2021. Melalui aksi ini, pihaknya mengeluarkan sikap penolakan pada kegiatan reklamasi laut untuk pembangunan MNP yang saat ini masih terus berlangsung.
“Aksi ini adalah pesan langsung kepada Presiden, Menteri BUMN dan Direktur Utama PT Pelindo agar mengakhiri dan menghentikan kegiatan perluasan Makassar New Port yang kami anggap memiliki dampak yang sangat buruk bagi kehidupan masyarakat dan perempuan pesisir Kota Makassar terkhusus di Pulau-Pulau kecil seperti di pulau Kodingareng,” ujar Muhammad Amin.
Kata Amin, proyek Makassar New Port merenggut sumber mata pencaharian masyarakat. Utamanya di Pulau Kodingareng terkhusus nelayan tradisional, perempuan pesisir Makassar yang selama ini memanfaatkan atau menggantungkan hidup dari laut.
Kehidupan mereka, lanjut dia semakin sulit dan berpotensi membuat anak-anak putus sekolah karena tak adanya pendapatan dari para nelayan. Olehnya itu, pihaknya meminta presiden untuk segera menghentikan rencana perluasan Makassar New Port dan menghentikan seluruh aktivitas tambang pasir laut di Sulawesi Selatan.
“Begitu juga kami meminta pihak-pihak terkait yang terlibat dalam aktivitas penambangan pasir laut di tahun 2020 untuk segera bertanggungjawab atas penderitaan dan pemiskinan masyarakat, serta kerusakan yang terjadi di wilayah tangkap nelayan. Terkhusus bagi PT Royal Boskalis, PT Pelindo, PT Pembangunan Perumahan dan perusahaan pemilik konsesi seperti PT Banteng Laut Indonesia dan PT Alefu Karya Makmur,” tegas Amin.
Koalisi Save Spermonde juga mendesak Gubernur dan DPRD Sulawesi Selatan untuk merevisi Perda RZWP3K Sulsel. Menurut Amin, perda ini tidak berpihak pada masyarakat pesisir.
“Gubernur harus tegas pada perusahaan agar bertanggung jawab secara penuh atas kerugian, pemiskinan serta kerusakan lingkungan akibat tambang pasir laut,” imbuh Amin.
Kerusakan wilayah tangkap nelayan dimulai saat salah satu kapal perusahaan dredging terbesar di dunia asal Belanda, Queen of the Netherlands, milik Royal Boskalis melakukan aktivitas penambangan pasir laut sejak 12 Februari hingga 25 Oktober 2020. Penambangan pasir laut ini diperuntukkan untuk reklamasi Makassar New Port.