Anggota Komisi IX Minta Pemerintah Dengar Ahli: Setop Pembelajaran Tatap Muka

Anggota Komisi IX Minta Pemerintah Dengar Ahli: Setop Pembelajaran Tatap Muka

ABATANEWS, MAKASSAR – Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo meminta pemerintah untuk mendengar para ahli, dokter, hingga peneliti, terkait pembelajaran tatap muka (PTM) yang saat ini sepenuhnya diberlakukan.

Menurut Rahmad, dengan banyaknya siswa dan guru yang terpapar Covid-19 belakangan ini, pemerintah mesti menghentikan PTM 100 % untuk sementara.

“Terkait PTM, kita sudah dengar rekomendasi ahli, perkumpulan dokter, dan lain-lain yang minta evaluasi pelaksanaan PTM, perlu dipertimbangkan ditunda sementara. Apalagi di negara lain 30-70 hari terjadi ledakan puncaknya,” kata Rahmad dalam keterangannya, pada Senin (31/1/2022).

Ditambah lagi saat ini Indonesia menghadapi gelombang Covid-19 akibat penyebaran varian Omicron. Sehingga, kata Rahmad, PTM di Jabodetabek harus ditutup sementara.

“Jadi PTM yang banyak Omicron, khususnya di Jabodetabek, saya kira harus dipertimbangkan tutup sementara dululah,” tegasnya.

Selain menutup sementara PTM, politikus PDIP ini juga meminta peningkatan level PPKM dipilih sebagai opsi. Dengan peningkatan level PPKM, maka pembatasan kegiatan di tempat publik akan disesuaikan.

“Apalagi pemerintah sudah wanti-wanti Februari-Maret puncaknya. Sekarang saja sudah di atas 1.000 (kasus), sehingga itu dilakukan agar tidak kecolongan,” ujarnya.

Ia menegaskan saat ini gelombang ketiga Covid-19 sudah masuk ke Indonesia. Ia mengimbau masyarakat tidak panik, namun di saat yang bersamaan jangan menganggap varian Omicron ini sepele. Apalagi berdasarkan data, mereka yang terkena Omicron 95% adalah pasien tanpa gejala atau OTG.

“Nah, karena sekarang ini sudah merayap, tanda petik, ya, kenaikannya juga sudah tinggi, 10 ribu per hari, kemarin bahkan dalam satu minggu bisa 30 ribu. Ini belum sampai puncak, loh. Ini akan terus mengalami kenaikan yang signifikan, loh. Kita harus siapkan mental, siapkan psikologis, siapkan semuanya,” tegasnya lagi.

“Untuk itu di luar jangan panik. Ya, saya kira tetap ikuti perintah dari negara karena negara sudah berulang kali mengingatkan Februari-Maret itu puncak, bahkan ada yang mengatakan April bisa terjadi puncak. Kalau sampai April menuju puncak, berapa puluh ribu itu kasusnya,” pungkasnya.

Berita Terkait
Baca Juga